Membatik Stimulus Siswa dalam Proses Pembelajaran

Tanggal : 07 Nov 2023

Ditulis oleh : DHINI NUR HIKMAHWATI

Disukai oleh : 0 Orang

Proses pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik dengan siswa pada suatu lingkungan belajar baik itu sekolah atau lembaga pendidikan lain. Pembelajaran menjadi jembatan penghubung pendidik dalam mentransfer ilmu yang dimiliki untuk diberikan kepada siswanya. Dengan adanya pembelajaran siswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan, penguasaan hard skill, dan keterampilan nonteknis atau soft skill.

Berbicara mengenai masalah pendidikan, tidak henti-hentinya banyak permasalahan yang harus direnungkan. Terlebih masalah pendidikan di Indonesia menjadi masalah harian yang erat kaitannya dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang berkompeten. Hal ini sudah tercermin pada cita-cita bangsa di dalam UUD 1945 alenia keempat yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Maka, haruslah ada upaya yang direalisakian untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Contohnya dengan mengadakan proses pembelajaran efektif yang mampu membangun stimulus siswa

Menghasilkan pembelajaran yang efektif, guru harus memiliki strategi untuk menguasai kelas dengan baik dan maksimal. Penetapan strategi yang relevan dan tepat dapat membangun stimulus siswa, sehingga menjadikan kondisi pembelajaran berkualitas dan aktif. Selain itu pembelajaran dapat membina peserta didik untuk berfikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif terhadap berbagai situasi yang terjadi. (Asrori, 2013)

Teori belajar behaviorisme menjelaskan perubahan tingkah laku siswa yang terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang dapat menimbulkan adanya respon dari siswa. Menurut salah satu pencetus teori belajar behaviorisme Edward Lee Thorndike, dalam pandangannya hasil dari orientasi belajar dapat diukur dan diamati melalui studi observasi respon siswa atau tindakan yang dilakukan karena adanya stimulus yang diberikan. Stimulus sendiri dapat berupa materi yang diberikan guru, sedangkan respon dapat berupa tanggapan atau reaksi siswa dalam menyikapi stimulus guru.

Pembelajaran dengan teori behaviorisme ini menerapkan juga hukum kontiguitas, yang mana stimuli yang mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti gerakkan itu secara berulang-ulang. Pengulangan yang disertai latihan dapat menjadi perilaku yang diinginkan berupa habit atau kebiasaan. Kebiasaan yang baik tentunya menghasilkan suatu perilaku yang baik pula. Apalagi disertai penanaman bibit kepribadian yang baik dari keluarga. Ibaratnya seperti bunga anggrek yang disiram setiap hari secara rutin lama-kelamaan akan tumbuh dan menghasilkan bunga yang mekar sempurna.

Sebenarnya hubungan antara stimulus dengan respon bersifat sementara, siswa tidak selamanya fokus dalam pembelajaran. Permasalahan dalam belajar yang sering dijumpai siswa berhubungan dengan rendahnya konsentrasi. Padahal untuk membentuk stimulus dan respons yang baik, siswa harus fokus dan paham mengenai materi yang dijelaskan sehingga rangsangan pun dapat terjadi.  Bagaimana jika pikiran siswa tidak berada di kelas, bahkan yang ada dalam pikiran siswa hanya ingin pelajaran segera berakhir lalu pulang. Ini menjadi PR guru tersendiri, menciptkan kondisi kelas agar respon-stimulus dapat benar-benar diterapkan.

Jika mengamati pembelajaran sekarang, siswa dituntut untuk tetap berkonsentrasi sampai akhir pembelajaran. Faktanya menurut data kesehatan yang dipublikasikan oleh Brain Balance Center, rentang konsentrasi anak yang ideal adalah dua hingga tiga menit dikali usia mereka. Misal anak usia 2 tahun, rentang konsentrasi idealnya 4 sampai 6 menit., untuk anak usia empat sampai delapan hingga 12 menit, 6 tahun 12 hingga 18 menit, dan 8 tahun di 16 hingga 24 menit.

Menurut Engkoswara (Aprilia, dkk, 2014) Terdapat indikator konsentrasi siswa dalam pembelajaran. Pertama, adanya penerimaan atau perhatian pada materi pelajaran. Ketika seorang pendidik atau guru pertama kali memasuki kelas, maka hal pertama yang harus dilakukan yaitu menarik perhatian siswa. Biasanya guru yang dekat dengan siswa lebih mudah menarik perhatian siswa sehingga membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Keaktifan siswa dengan guru akan menjadikan konsentrasi siswa meningkat dan tentunya stimulus berlangsung dengan baik.    

Kedua, siswa memberikan respon materi yang diajarkan. Hasil dari pemberian stimulus berupa respon. Terdapat beberapa macam respon yang terjadi di dalam pembelajaran. Macam respon pertama yaitu respon persepsual. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi yaitu penglihatan, pendengaran, peraba, dan penciuman. Hasil persepsi siswa dapat dilihat dari siswa dalam memahami wacana yang disampaikan guru. Respon kedua emosional yang ditunjukan dalam perubahan perilaku dari suasana kelas dari tidak kondusif menjadi tenang karena didasari rasa cinta dalam materi pembelajaran. Respon yang terakhir yaitu respon behavior atau tingkah laku. Perubahan tingkah laku menjadi hasil dari proses pembelajaran. Langkah yang bisa dilakukan untuk mengetahui hal tersebut yaitu perlu dilakukan penjajakan peserta didik saat mereka akan masuk dalam pembelajaran (Fatmawati, 2021). Sebagai contoh sebelum memulai pembelajaran siswa SMA jurusan ipa mempelajari materi atom, molekul, dan susunan tabel periodik unsur.

Ketiga, adanya gerakan anggota badan yang tepat sesuai dengan petunjuk guru. Setelah adanya stimulus yang diberikan guru, siswa diharapkan juga melakukan respon berupa tindakan nyata. Misalnya dalam kerja kelompok guru memberikan perintah untuk membentuk kelompok yang di dalamnya terdapat 4-5 anggota untuk berdiskusi materi larutan. Saat itu juga siswa langsung bertindak membentuk kelompok, segera berdiskusi, dan saling mengemukaan pendapatnya. Setelah itu siswa dapat mempresentasikan hasil dari diskusinya di depan kelas.

Indikator terakhir yaitu siswa mampu mengaplikasikan pengetahuam yang diperoleh. Indikator ini menjadi salah satu kunci menentukan berhasil tidaknya guru dalam pembelajaran. Setelah siswa memahami pelajaran, kemudian merespon materi yang diberikan yang diserti dengan gerakan badan atau kegiatan nyata, haruslah ilmu yang sudah diberikan dapat dimanfaatkan dengan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hasil dari proses pembelajaran tidak terbuang sia-sia.

Judul yang diangkat penulis “Membatik Stimulus Siswa dalam Pembelajaran” memiliki makna tersendiri. Membatik disini difilosofikan dengan menggambar pola bagaimana cara guru atau pendidik dalam membangun konsistensi rangsangan siswa dalam pembelajaran. Dengan keselarasan strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, agar tercipta stimulus dan respon yang baik, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat terlaksana.  

Membatik stimulus siswa dapat dilakukan dengan melakukan beberapa cara, seperti yang sudah dijelaskan di atas. Guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang efektif yang sebelumnya seorang guru harus menguasi kelas dengan baik dan maksimal. Selain itu merangsang stimulus siswa dengan guru terlebih dulu melatih konsentasi siswa karena siswa memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi maka stimulus lebih cepat terjadi. Namun jika di tengah- tengah pelajaran siswa mengalami penurunan konsentrasi, guru harus kembali merangsang siswa agar kembali fokus dalam pelajaran. Misalnya guru memberikan pertanyaan atau latihan juga mengadakan kerja kelompok supaya siswa tidak merasa bosan.

Melatih stimulus siswa harus dibiasakan secara terus-menerus. Guru tidak boleh bosen-bosennya mengawasi perkembangan kemampuan siswa dan guru harus memantau progres siswa. Sehingga, hasil dari pembelajaran menghasilkan yang terbaik. Dalam memberi penilaian guru dapat memberikan reward bagi siswa yang berhasil dan mampu memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Sedangkan siswa yang belum memenuhi ketuntasan, guru dapat memberikan bimbingan ekstra agar siswa tidak merasa terbelakang. Sehingga dipembelajaran berikutnya tidak melunturkan stimulus dan respon siswa juga agar siswa lebih semangat belajar.




POST TERKAIT

POST TEBARU