Kuasa Segelintir dan Masa Depan Nasib Rakyat

Tanggal : 27 Dec 2024

Ditulis oleh : DIAN HAPSARI ARIANI

Disukai oleh : 0 Orang

Sistem pemerintahan yang dimana kekuasaan secara efektif dipegang oleh sekelompok kecil individu atau golongan elit dari masyarakat sering disebut sistem Oligarki. Biasanya kelompok ini memiliki kekayaan, koneksi yang kuat, dan pengaruh sehingga memungkinkan mereka untuk mengontrol sumber daya, kebijakan, dan institusi negara.

Indonesia adalah negara kesepakatan, yang artinya para pendiri negara telah menyepakati untuk ada dalam satu konsensus untuk mencapai tujuan bersama yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lantas apakah di Indonesia sudah berjalan seperti yang diharapkan? Hal ini yang harusnya penting untuk di diskusikan dengan adanya beberapa pandangan atau pendapat agar perjalanan bangsa ini dalam membangun cita cita yang didirikan tidak melenceng jauh atau keluar dari rel.

Untuk mengukur seberapa besarnya material oligarki dibandingkan dengan orang biasa yaitu dengan menghitung atau membagi kekayaan rata-rata dari 40 orang terkaya di Indonesia berdasarkan posisi kekayaan warga negara rata-rata. Rata-rata oligarki teratas sekitar 570.988 kali lipat pada tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 759.420 kali di tahun 2020, peningkatan sebesar 33 persen. Artinya kekayaan di kalangan oligarki meningkat lebih cepat dari pertumbuhan keseluruhan dalam perekonomian.

Berdasarkan survei lembaga keuangan Credit Suisse tahun 2017, telah memperlihatkan bahwa satu persen orang terkaya di Indonesia menguasai 49,3 kekayaan nasional. Dan kondisi ini membuat Indonesia menjadi negara dengan ketimpangan tertinggi di dunia dalam urutan ke 4.

Bukan hanya pada jabatan struktural seperti birokrasi/TNI-Polri, pada jabatan politik juga dengan mudah dikendalikan. Karena sejumlah politisi, calon kepala daerah hingga calon legislatif juga berkunjung untuk mendapat restu dan menerima biaya politik serta arahan kelompok kalangan pebisnis itu. Sehingga konsekuensinya jelas, semua akan dengan mudah diatur. Berbagai produk politik dihasilkan para politisi yang diberi restu akan dengan mudah masuk angin, setidaknya tidak akan mengancam atau mengganggu aktivitas dan kepentingan para penguasa ekonomi itu, sehingga terbentuklah oligarki.

Salah satu ciri oligarki yaitu konsentrasi kekuasaan pada segelintir kelompok elit. Kelompok ini sering mengendalikan partai politik utama, sehingga dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah sesuai dengan kepentingan mereka. Fungsi partai politik sebagai agen rekruitmen politik di tahun 2018 semakin tidak berjalan optimal sebagaimana harapan masyarakat. Pencalonan lewat parpol sangat mendominasi nuansa oligarki elit parpol dan cenderung memilih berdasarkan ukuran popularitas dan materi.

Dalam pencalonan melalui partai politik sering terdistorsi oleh praktik politik bukan hanya tidak mengakomodasi aspirasi publik dalam penentuan calon, akan tetapi juga terjadi manipulasi aspirasi atas nama politik uang. Pencalonan ini bukan lagi menjadi ajang kontestasi kapasitas dan kapabilitas, tetapi lebih kepada ajang pertarungan modal atau kapital.

Adapun satu situasi dimana desentralisasi melalui otonomi daerah digunakan oleh beberapa elite lokal guna membangun oligarki politik dan ekonomi, sehingga muncullah orang-orang kuat di tingkat lokal. Mereka sering kali memanfaatkan birokrasi dalam pemilihan lokal dan mengatur para pejabat lokal agar dana atau proyek-proyek pemerintah diarahkan dan jatuh kepada keluarga atau kroninya. Mereka juga menjalin kedekatan dengan penyelenggara pemilu dengan tujuan untuk melanggengkan kekuasaan, sehingga diri dan kelompoknya tetap mempunyai akses terhadap kewenangan, dan kemudian digunakan untuk mendapatkan keuntungan dari bisnis yang diizinkan dan sumber daya alam.

Selain itu, oligarki juga sering memiliki pengaruh kuat dalam bisnis, seperti menguasai perusahaan-perusahaan besar serta sumber daya alam. Dengan itu, mereka memperkaya diri sendiri menggunakan perekonomian negara. Seperti Pasar Monopoli dimana hanya ada satu atau beberapa perusahaan besar yang mendominasi. Hal ini yang memungkinkan mereka menetapkan harga, mengendalikan pasokan, serta membatasi persaingan.

Dengan keuntungan yang berlipat itu, mereka menggunakan kesempatan itu untuk menggurita dan menguasai negeri ini secara luas. Fenomena ini biasa disebut kapitalisme semu, yaitu kekuatan bisnis dan konglomerasi berkembang disebabkan oleh dukungan politik atau kolusi bukan hasil dari kemampuan entrepreneurship. Hal ini bisa memperlebar disparitas atau ketimpangan.

Ketimpangan tersebut merujuk kepada pendidikan yang tidak merata di negeri ini. Padahal pendidikan sangat diperlukan, dalam menutup defisit ketimpangan ekonomi, termasuk juga dalam meningkatkan kapasitas pemilih dalam partisipasi politik untuk menghadirkan kepemimpinan yang lebih berkualitas.

Selain itu juga lahir generasi-generasi yang terdidik, masyarakat yang bisa berdaya, sehingga mampu meningkatkan kapasitas ekonominya dan keluar dari kemiskinan. Sedangkan yang terjadi justru sebaliknya rakyat tidak terdidik sehingga bagai ibarat rakyat sibuk berebut kue kecil, padahal ada sekelompok orang kecil yang sedang menikmati kue yang besar.

Oligarki, dengan konsentrasi kekuasaan dan kekayaan di kelompok elit, menimbulkan dampak negatif yang begitu luas. Ketimpangan ekonomi yang ekstrem, korupsi merajalela dimana mana, dan melemahnya demokrasi menjadi ciri yang khas pada sistem ini. Oligarki membatasi peluang yang begitu banyak bagi masyarakat, menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif, serta memicu ketidakstabilan sosial. Akibatnya menjadikan masyarakat terpolarisasi, kepercayaan terhadap pemerintah menurun, dan pembangunan tidak berkelanjutan.

Kondisi dimana kekuasaan berada di tangan segelintir kelompok, dapat diatasi dengan berbagai upaya yang komprehensif. Diselenggarakannya pemilihan umum yang didasarkan dengan penguatan demokrasi yang bebas dan adil, meningkatkan partisipasi masyarakat, serta memastikan adanya pers yang bebas untuk mengawasi kinerja pemerintah.

Selain itu, reformasi dan penegakan hukum juga penting termasuk membuat undang-undang yang jelas untuk mencegah korupsi, penegakan hukum yang konsisten disertai lembaga penegak hukum yang independen. Kemudian, transparansi dan akuntabilitas ditingkatkan dengan membuka akses publik terhadap informasi pengelolaan negara, pejabat wajib melaporkan kekayaannya serta rutin dalam melakukan audit keuangan. Adapun pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan, program kesejahteraan, dan penguatan ekonomi. Mengatasi oligarki merupakan proses panjang yang membutuhkan komitmen dari masyarakat, pemerintah, serta sektor swasta.

Jadi, oligarki di Indonesia menunjukkan bahwa kekuasaan dan kekayaan ada pada tangan segelintir kelompok elit, yang dapat mempengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan. Meskipun Indonesia merupakan negara kesepakatan yang didirikan untuk mencapai keadilan sosial, realitas justru menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi yang begitu ekstrem, dimana setengah kekayaan nasional itu dikuasai 1% oleh orang terkaya. Sistem oligarki ini juga menghambat bagi partisipasi masyarakat, memperlemah demokrasi, serta menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dan dalam mengatasi masalah ini diperlukan langkah yang komprehensif dan memerlukan komitmen dari semua pihak yaitu pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkeadilan.

 

 

 




POST TERKAIT

POST TEBARU