Kurikulum Nasional Apakah Mampu untuk Meyempurnakan Kurikulum Merdeka?
Tanggal : 08 Jul 2024
Ditulis oleh : NURMA AZIZAH
Disukai oleh : 0 Orang

Kurikulum Nasional adalah Kurikulum Merdeka yang diwajibkan secara nasional untuk semua jenjang satuan pendidikan. Kurikulum Nasional ini dimulai pada bulan Maret 2024. Banyak yang bertanya-tanya Kurikulum apa lagi ini? Apakah Kurikulum Merdeka akan digantikan oleh kurikulum yang baru ini?. Tidak seperti itu, Sebenarnya tidak ada yang benar-benar baru dengan Kurikulum Nasional. Kurikulum Merdeka tidak lantas bertransformasi atau berubah menjadi Kurikulum Nasional dengan konsep yang sepenuhnya baru. Tidak demikian.
Menurut penuturan dari Ketua Tim Kurikulum Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbud Yogi Anggraena menyampaikan hal tersebut saat mengisi materi pada Workshop Reformulasi Penyusunan Kurikulum Pelatihan Teknis Pendidikan Angkatan I dan II. Kegiatan digelar Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan sebagai upaya penyusunan kurikulum IKM microlearning. Kurikulum Merdeka sebenarnya bukan sesuatu yang tiba-tiba, namun sudah didesain jauh hari. Penerapannya di Kemendikbud Ristek sudah memasuki tahun ketiga, sementara di Kemenag sudah tahun kedua,” ujar Yogi mengawali materi bertema Dinamika Kurikulum Merdeka di Bogor, Jumat (15/3/2024). Menurut Yogi, pertimbangan ditetapkannya Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional didasarkan pada hasil evaluasi pada satuan pendidikan yang menunjukkan kemajuan signifikan pasca pemulihan masa pandemi Covid-19.
“Dalam rancangan ke depan, Kemenag diminta untuk menyusun sendiri Capaian Pembelajaran, yang merupakan kekhasan dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah. Sementara Capaian Pembelajaran untuk mata pelajaran umum akan disusun oleh Kemendikbud Ristek,” katanya. Lebih lanjut, ia menyampaikan adalah bahwa dalam implementasinya, Kurikulum Merdeka harus mempertimbangkan tiga prinsip utama dengan harapan bisa diterjemahkan oleh satuan pendidikan sehingga terjadi perubahan paradigma. Pertama, untuk menguatkan karakter ada waktu khusus terpisah melalui P5. Namun, banyak miskomunikasi karena banyak yang mengejar produk, padahal tujuannya adalah untuk menguatkan karakter. Di sekolah Kemenag berbeda dengan di Kemendikbud, sebab 30% dari kurikulum akan dikurangi karena masuk dalam mata pelajaran tertentu.
“Projek di sini maksudnya adalah kegiatan belajar yang dirancang, dilaksanakan, dan dilaporkan. Namun, selama ini sekolah/madrasah lebih mengejar adanya produk daripada perubahan karakter pada siswa, sehingga tujuan utama P5 (PPRA) tidak tercapai,” ungkapnya. Kedua, esensial materi pelajaran akan banyak dikurangi agar anak bisa mempelajari kompetensi secara mendalam. Jadi, materi yang dipilihkan kepada anak adalah fokus pada materi esensial. Ketiga, fleksibilitas. Dalam prinsip ini, satuan pendidikan akan diberikan banyak kewenangan yang didelegasikan ke satuan pendidikan. “Misalnya dulu asesmen dilakukan oleh pemerintah melalui ujian nasional, tetapi sekarang sudah dihapus,” paparnya. Contoh lainnya, lanjut Yogi, adalah miskomunikasi dari para guru yang berpikir seolah-olah dalam kurikulum nasional wajib menyusun modul ajar sendiri. Padahal guru sudah diberikan kelonggaran untuk menyusun RPP sederhana dengan tiga komponen utama saja, yaitu: tujuan pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran, dan asesmen. “RPP boleh disusun hanya setengah halaman saja. Penyederhanaan juga terkait dengan penilaian. Selama ini, penilaian harus lengkap, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan,” ujarnya. “Saat ini, rancang penilaian hanya bisa satu aspek saja. Misalnya, pelajaran olahraga cukup dengan penilaian keterampilan saja dalam satu semester. Kemendikbud akan melakukan revisi panduan yang sudah ada sehingga mengurangi miskomunikasi di satuan pendidikan,” tandasnya. Di akhir pembicaraannya, Yogi menyampaikan bahwa pergantian kurikulum tidak akan terjadi secara sertamerta, namun masih akan ada peralihan selama dua hingga tiga tahun ke depan.