Opini Memahami Teori Belajar Kognitivisme

Tanggal : 13 Feb 2023

Ditulis oleh : MADAH IKRIMATUL `AZMI

Disukai oleh : 0 Orang

 Memahami Toeri Belajar Kognitivisme

 

Oleh: Madah Ikrimatul ‘Azmi

Mahasiswa Pendidikan Kimia

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

madahikrimatulazmi@gmail.com

 

 

A. Definisi Teori Belajar Kognitivisme

       Seiring perkembangan zaman, sistem pembelajaran harus dikembangkangkan dalam rangka meningkatkan kemampuan belajar para siswa serta harus memiliki dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Dalam mendukung sistem pembelajaran tersebut perlu adanya teori kognitif yang dapat di representasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Cognitive berasal dari kata cognition yang berarti penataan, penggunaan, pengetahuan. Teori belajar ini yang mementingkan proses pembelajaran bukan hasil dari pembelajaran (Bahruddin,dkk 2012: 27). Menurut Jarome Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak memasuki usia tertentu, tetapi dengan menata dengan baik bahan pembelajaran maka dapat diberikan kepadanya. Melihat perkembangan manusia secara kognitif dapat dilihat dari perkembangan budaya dan lingkungan sekitar. Bagi Bruner, ada banyak aspek yang dapat mempengaruhi perkembangan sosial dalam seseorang seperti perkembangan budaya sekitar, terutama bahasa yang dapat memberi pengaruh besar didalamnya. Interaksi individu tehadap lingkungan sekitar dapat meningkatkan proses belajar. Interaksi individu dengan orang lain memainkan peranan penting seperti melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain tentang sesuatu yang diamatinya yang awalnya hanya subyektif akan berubah pendangannya menjadi obyektif.

Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks tersebut. Memisah-misahkan materi pembelajaran menjadi komponen-komponen kecil akan kehilangan makna kognitif tersebut. Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan sekitar. Proses atau usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat proses interaksi aktif dengan lingkungan atau individu lain untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk, pemahaman, pengetahuan, tingkah laku, serta nilai dan sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Misalnya seseorang pergi ke kebun binatang dan mengamati beberapa hewan disana. Ketika sedang mengamati terjadi aktifitas mental. Kemudian ia menceritakan pengalaman tersebut kepada temannya. Ketika dia menceritakan pengamatan yang dia amati, dia tidak dapat menghadirkan objek-objek yang pernah ia amati selama di kebun binatang, dia hanya dapat mengambarkan objek-objek tersebut melalui kata-kata atau kalimat. Maka dengan demikian terjadi proses belajar yang melahirkan perubahan terutama perubahan pengetahuan dan pemahaman. Jika perubahan pengetahuan dan pemahaman melahirkan perubahan sikap, maka terjadilah perubahan sikap dan seterusnya.

B. Teori Belajar Kognitivisme Menurut Para Ahli

1. Menurut Jaen Piaget

Jaen Piaget ialah pakar kognitivisme yang mempunyai pengaruh besar, yang mana dia mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak terdiri dari beberapa tahap. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan system syaraf. Semakin bertambahnya umur seseorang semakin komplek susunan sel syarafnya dan meningkat pada kemampuan nya. Piaget membagi proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu:

  1. Asimilasi, yaitu proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada.
  2. Akomodasi, yaitu proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi baru.
  3. Equilibrasi, yaitu proses penyesuaian yang berkesinambungan antara proses asimilasi dan akomodasi. Hal ini sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya.

Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian, pengembangan dan pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang sebelumnya. Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa yang terbagi ke dalam empat tahap yaitu:

  1. Tahap sensorimotor (anak usia lahir-2 tahun)
  2. Tahap preoperational (anak usia 2-8 tahun)
  3. Tahap operational konkret (anak usia 7/8-12/14 tahun)
  4. Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)

2. Menurut Jerome Bruner

Jerome Burner mengungkapkan bahwa dasar dari teori ini yaitu setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman didalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif, yang kemudian mengalami tahap belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman dari apa yang ia temukan. Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan.  Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan. Sehingga, perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif. Menurut Bruner, perkembangan kognitif dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu:

  1. Enaktif, yaitu usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan observasi, pengalaman terhadap suatu realita.
  2.  Ikonik, yaitu siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
  3.  Simbolik, yaitu siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika dan penggunaan symbol.

3. Menurut David Ausubel

Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa, dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna atau meaning full learning). Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:

  1. Memperhatikan stimulus yang diberikan.
  2. Meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya.

4. Menurut Robert M. Gagne

Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Pengolahan otak manusia ada lima macam yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Reseptor (alat indera), yaitu menerima rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsangan neural, memberikan symbol informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan.
  2. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris), yaitu yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual.
  3. Short term memory (memory jangka pendek), yaitu menampung hasil pengolahan perceptual dan menyimpannya.
  4. Long Term memory (memori jangka panjang), yaitu menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek.
  5. Response generator (pencipta respon), yaitu menampung informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

 

C. Proses Percobaan Pada Teori Kognitivisme

Proses koginitf adalah serangkaian kegiatan atau aktivitas mental yang membantu informasi untuk dikirimkan dari satu memori ke memori lainnya. Proses kognitif terdiri dari beberapa proses yaitu perhatian, persepsi, pengulangan, pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan.

  1. Perhatian, yaitu proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.
  2. Persepsi, yaitu proses menggambarkan rangsangan yang diterima melalui organ sensorik atau proses mengubah sinyal sensorik menjadi pengalaman yang berarti. Masing-masing individu memiliki cara tersendiri untuk mengatur dan memberikan persepsi terhadap sinyal yang diterima. Seorang individu dapat menyampaikan informasi yang bisa ia lihat diantara rangsangan lingkungan yang masuk ke dalam memori sensorik.
  3. Pengulangan, yaitu informasi yang diterima, disimpan melalui pengulangan agar bisa bertahan dalam memori jangka pendek lebih lama. Tujuannya adalah agar pengkodean informasi yang dilakukan tidak hilang sebelum dikirim kepada memori jangka panjang.
  4. Pengkodean, yaitu semua informasi yang disimpan sementara tanpa dilakukan pengkodean. Pengkodean merupakan proses pengiriman informasi dengan cara menghubungkan informasi dalam memori jangka pendek dengan informasi dalam memori jangka panjang. Individu yang akan mengirimkan informasi ke memori jangka panjang harus melakukan pengkodean informasi.
  5. Penyimpanan, merupakan proses untuk menentukan durasi informasi yang akan disimpan dalam memori jangka Panjang.
  6. Pemanggilan, merupakan proses menggunakan kembali informasi yang telah disimpan sebelumnya

Dari segi psikologi komunikasi, proses kognitif di atas adalah proses pengolahan informasi atau komunikasi intrapersonal secara lebih rinci. Menurut James Shanahan (2009), komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Masing-masing teori belajar memiliki mode komunikasi yang berbeda yang disesuaikan dengan gaya belajar masing-masing. Terkait dengan hal ini, kognitivisme memandang komunikasi sebagai sebuah transfer isi mental di antara individu. Dalam kognitivisme, rentang isi akan semakin besar, setiap individu dipandang memiliki kemampuan yang kompleks untuk menyimpan, memproses, dan menggunakan informasi.

D. Kelemahan Teori Kognitivisme

Setiap teori pembelajaran pastilah akan di bandingkan dengan teori pembelajaran yang lain.  Selain itu setiap teori pembelajaran juga akan saling  melengkapi  dan  menambah  dari kekurangan   teori-teori   pembelajaran   yang lainya yang   telah   diungkapkan oleh para ahli sebelumnya.   Teori   pembelajaran   kognitivisme memiliki kekurangan sebagai berikut;

  1. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit di praktikkan  khususnya  di  tingkat  lanjut,  beberapa  prinsip  seperti intelegensi  sulit  dipahami  dan pemahamannya  masih  belum tuntas.
  2. Pada dasarnya teori kognitif  ini  lebih  menekankan  pada  kemampuan  ingatan peserta didik, dan kemampuan ingatan masing-masing peserta didik, sehingga kelemahan yang terjadi di sini adalah selalu menganggap semua peserta didik itu mempunyai kemampuan daya ingat yang sama dan tidak dibeda-bedakan.
  3. Adakalanya juga dalam metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik dalam mengeksplorasi atau mengembangkan pengetahuan dan cara-cara peserta didiknya dalam mencarinya, karena pada dasarnya masing-masing peserta didik memiliki cara yang berbeda-beda.
  4.  Apabila dalam pengajaran hanya menggunakan metode kognitif, maka dipastikan peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
  5. Jika dalam sekolah kejuruan hanya menggunakan metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain maka peserta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.
  6.  Dalam menerapkan metode pembelajran kognitif perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.

E. Aplikasi Teori Kognitivisme Dalam Pembelajaran

Teori Kognitivisme dalam implementasinya berpatokan pada hakikat bahwa setiap manusia terlahir ke dunia itu dalam keadaan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sehingga menurut Munif Chatib, teori ini lebih menekankan the best process, bukan the best input. Dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menjadi titik capai adalah bagaimana terbentuknya struktur kognitif sebagai usaha untuk memecahkan masalah yang didasarkan pada insight. Istilah insight diartikan sebagai pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan proses pengumpulan informasi sesuai fakta, relative mudah diingat, dan mampu dijadikan acuan dalam menyelesaikan permasalahan baru.

Teori ini banyak dipakai di dunia pendidikan, seperti di tingkat pendidikan usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar, pada tingkat pendidikan tersebut siswa belum mampu berpikir secara cepat layaknya orang dewasa sehingga pengajar harus bisa menerapkan konsep belajar sederhana namun mencakup semua aspek penting dari materi yang di ajarkan dengan memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. Dengan demikian, pengajar dapat mengajar dengan cara memasuki dunia anak. “gaya mengajar guru adalah gaya belajar siswa” (Chatib, 2014:8-9).

Sebagai contoh pengaplikasian teori kognitivisme dalam belajar mengenal huruf hijaiyah, perlu di sesuaikan dengan kemampuan siswa dengan menggunakan alat bantu edukatif. Selain itu, dalam pengenalan dan pembiasaan membaca doa-doa singkat yang digunakan untuk aktifitas sehari-hari juga dimulai dari yang paling sederhana ke kompleks. Agar anak-anak bukan hanya bisa menghafal tetapi mampu memahami penggunaan dari doa-doa yang dipelajari.

Kemudian, mengajarkan ilmu eksak seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dll. Pengajar juga harus mampu memahami tingkat kemampuan antar siswa yang berbeda. Salah satu metode yang bisa digunakan yaitu metode pre-test di awal kegiatan pembelajaran sehingga nantinya dalam penyampaian materi bisa dipahami oleh seluruh siswa. Selain itu, siswa juga dilibatkan dalam proses pengaplikasian ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran bisa dikatakan berhasil jika pembelajaran disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Ada beberapa prinsip kognitivisme yang dapat digunakan dalam perancangan suatu sistem instruksional, antara lain:

  1. Siswa akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disampaikan dengan pola dan logika tertentu.
  2. Penyusunan materi harus dari yang sederhana ke kompleks.
  3. Belajar dengan memahami lebih baik daripada hanya dengan menghafal tanpa pengertian penyajian. Berikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya, dengan pengajar tetap membimbing dan mengarahkan.
  4. Belajar berbasis aktifis. Setiap anak harus aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
  5. Sajikan media dan alat bantu peraga dalam penyampaian materi, agar siswa lebih cepat memahami materi.
  6. Setiap anak memiliki latar belakang terkait materi yang merupakan struktur kognitif siswa, hal ini dapat di peroleh dari lingkungan dan pemahaman materi sebelumnya. Seorang guru perlu membangun jembatan yang kokoh untuk menghubungkan antara pengetahuan lamanya siswa dengan pengetahuan yang akan di pelajari selanjutnya.
  7. Dalam proses pembelajaran, pengajar perlu memasuki dunia siswa. Pengajar harus mampu mengikuti zaman agar dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menarik.

Pokok teori kognitivisme yaitu setiap siswa memiliki perbedaan dalam segala aspek untuk bisa menerima materi yang disampaikan, maka hal itu di perlukan beberapa model pembelajaran yang harus di terapkan dalam penyampaian materi di kelas.

 

https://harianmomentum.com/read/45901/harian-momentum-edisi-8-februari-2023




POST TERKAIT

POST TEBARU