P5; Ajang Kurikulum Memperbaiki Moral Anak Bangsa

Tanggal : 20 Jul 2023

Ditulis oleh : DIAH LAELI MAGHFIROH

Disukai oleh : 0 Orang

Tahun 2022 lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dikenal dengan tiga karakteristiknya yaitu berfokus pada materi esensial. pengembangan softskill dan karakter, serta pembelajaran yang fleksibel. Beberapa perbedaan yang signifikan dapat kita temui pada Kurikulum Merdeka, yang di mana hal itu tidak ada pada kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum 2013. Salah satunya adalah profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila merupakan sebuah kompetensi yang diharapkan dapat ditanamkan pada diri pelajar Indonesia supaya berkarakter dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Artinya, mereka tidak hanya mampu dalam ranah kognitif saja, tetapi juga dalam perilakunya sehari-hari yang menunjukkan jati diri sebagai bangsa Indonesia. 

Terdapat enam dimensi profil pelajar Pancasila yang tentunya harus dipahami oleh setiap pemangku kepentingan. Dimensi yang dimaksud yaitu meliputi: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) berkebinekaan global, 3) bergotong-royong, 4) mandiri, 5) bernalar kritis, 6) kreatif. Setiap dimensi ini terbagi ke dalam beberapa elemen dan sebagian elemen diperjelas lagi ke dalam subelemen, sehingga pemahaman akan enam dimensi tersebut menjadi lebih mudah. Pembentukan profil pelajar Pancasila tidak hanya melalui materi pada kegiatan intrakurikuler, melainkan dapat juga pada satuan budaya pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan kokurikuler yang dinamakan dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau disingkat P5. 

Melansir dari dokumen yang diterbitkan oleh Kemendikbud, P5 adalah pembelajaran lintas disiplin ilmu dalam mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitar untuk menguatkan berbagai kompetensi dalam profil pelajar Pancasila. Kegiatan berbasis proyek ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan, mengembangkan karakter, menguatkan profil pelajar Pancasila, mempelajari isu penting secara mendalam, dan melakukan aksi nyata sebagai respon atas isu tersebut. P5 juga perwujudan dari keunggulan Kurikulum Merdeka yakni memberi jam pelajaran khusus bagi pengembangan karakter. Adanya proyek ini berpotensi untuk mendorong peserta didik dalam berbagai hal. Pertama, mereka menjadi lebih aktif karena pelaksanaan P5 berupa praktik, di mana semua pesertanya akan melakukan atau membuat sesuatu. Kedua, mereka lebih terbuka terhadap isu yang ada karena kegiatan P5 memberikan kesempatan kepada mereka untuk mempelajari isu-isu penting yang ada di lingkungan seperti teknologi, budaya, kesehatan mental, dan lain sebagainya. Ketiga, karakter pelajar Pancasila dapat diterapkan di dunia nyata contohnya gotong royong saat melaksanakan proyek. 

Pengembangan P5 merupakan langkah akhir dalam memahami Kurikulum Merdeka, di mana sebelumnya hal yang harus dipahami meliputi garis besar Kurikulum Merdeka, pembelajaran dan asesmen, serta pengembangan kurikulum operasional satuan pendidikan. Kemendikbudristek telah menyediakan tema-tema yang dapat membantu setiap satuan pendidikan mempunyai konsep yang jelas dalam menjalankan P5. Tema-tema tersebut juga dapat dikembangkan berdasarkan isu prioritas. Pemilihan tema proyek ditentukan sesuai jenjang pendidikan. Contohnya, untuk jenjang PAUD tema utama yang dapat dipilih yaitu gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, bhinneka tunggal ika, serta rekayasa dan teknologi. Kemudian tema utama untuk jenjang SD/sederajat sampai SMA/SMK/sederajat antara lain, 1) gaya hidup berkelanjutan, 2) kearifan lokal, 3) bhinneka tunggal ika, 4) rekayasa dan teknologi, 5) suara demokrasi, 6) bangunlah jiwa dan raganya, 7) kewirausahaan. Khusus untuk jenjang SMK/MAK, terdapat tema wajib yaitu kebekerjaan. 

Meninjau seluruh ketentuan P5 yang sangat terstruktur, lantas apa kaitannya dengan kondisi moral anak bangsa saat ini? Seperti yang telah kita ketahui bahwa tidak jarang media memberitakan kasus yang menunjukkan degradasi moral anak di negeri kita tercinta. Contohnya seperti kasus tawuran, perundungan, penyalahgunaan narkoba, seks bebas, dan masih banyak lagi. Berdasarkan data KPAI per 13 Februari 2023 tercatat kenaikan angka sebanyak 1.138 kasus kekerasan yang menyerang fisik dan psikis korban disebabkan oleh bullying. Tidak hanya itu, data dari KOMINFO tahun 2021 menyatakan bahwa penggunaan narkoba di kalangan anak muda berusia 15-35 tahun dengan persentase sebanyak 82,4% berstatus sebagai pemakai, sebanyak 47,1% sebagai pengedar, dan 31,4% sebagai kurir. Sebenarnya tidak perlu sejauh itu dalam menggali bukti adanya degradasi moral yang terjadi pada generasi muda. Perilaku-perilaku seperti tidak menghormati orang yang lebih tua, mengucapkan kata-kata kasar, dan mengejek orang lain bahkan kerap kali kita jumpai di lingkungan sekitar. Jika tindakan bermoral yang sederhana saja masih diabaikan, tentu tidak menutup kemungkinan muncul tindakan amoral yang lebih parah. Perbuatan amoral tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Padahal Pancasila merupakan ideologi dengan nilai-nilai pada lima silanya yang dijadikan sebagai pedoman dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Kehadiran kurikulum merdeka dengan P5-nya membawa inovasi baru pada pendidikan di Indonesia. Proyek-proyeknya yang melibatkan peserta didik dengan kondisi di luar kelas dapat meningkatkan kesadaran mereka akan permasalahan yang terjadi. Melalui P5, peserta didik dibawa untuk menganalisa dan melakukan aksi nyata terhadap persoalan yang ditemuinya. Misalnya, saat mengamati kondisi lingkungan sekitarnya peserta didik mengetahui bahwa jumlah sampah plastik semakin meningkat. Kemudian, mereka menemukan penyebab dari permasalahan itu yakni karena penggunaan plastik memang tinggi dan biasanya langsung dibuang begitu saja. Berangkat dari hal itu, mereka mencoba untuk membuat karya-karya berbahan dasar plastik bekas.

Di zaman serba canggih ini, manusia dapat beraktivitas dengan lebih mudah. Namun, adanya kecanggihan teknologi terkadang belum dimanfaatkan dengan tepat, terutama oleh anak usia sekolah. Pengaruh-pengaruh negatif menjadikan mereka berperilaku negatif pula. Padahal sebagai generasi penerus, merekalah yang nantinya akan menentukan masa depan bangsa Indonesia. Maka dari itu, mereka hendaknya memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Diselenggarakannya P5 merupakan bentuk upaya untuk melahirkan generasi dengan profil pelajar Pancasila, pelajar yang mampu bersikap dan bertindak layaknya menunjukkan jati diri bangsa Indonesia. Hasil yang diperoleh dari proyek ini memanglah penting. Akan tetapi, proses yang mereka alami jauh lebih penting. Sikap gotong royong, mandiri, kreatif, dan sikap lainnya yang tanpa sadar telah mereka aplikasikan saat menjalani proyek tersebut. Dengan demikian, hal ini mampu membantu peserta didik menjadi lebih bermoral karena mereka terbiasa dengan kegiatan-kegiatan yang positif. 

Degradasi moral anak bangsa memang tidak bisa disangkal keberadaannya. Hal itu akan terus bertambah parah jika tidak ada perbaikan. Oleh karena itu, rendahnya kualitas moral tidak boleh disepelekan. Jangan sampai perbuatan-perbuatan amoral menjadi hal yang normal di lingkungan kita. Karena moral yang baik akan membawa bangsa ke arah yang lebih baik pula.

 

https://m.harianmomentum.com/read/48301/harian-momentum-edisi-18-juli-2023




POST TERKAIT

POST TEBARU